Jumat, 06 Juli 2012

My Secret Admire


“Ciiee, dapat surat cinta lagi nih yee …” Goda Vira pada Billy
“Paan sih lo Vir. Gw heran dhe siapa sih yang ngirimin gw surat, bunga sama mainan tiap minggu. Ga bosan apa tuh orang, gw yang ‘nrimanya aja bosan:. Keluh Billy
“Yahh namanya juga cintrong Bill, apapun bakal dilakuin buat a’a Billy tersayang , my Baby bala-bala, hahahhaa”.
“Iya kalo cuma sebulan duabulan gitu, nih udah mau tiga taon tw ga. Dari kita kelas 1 sampe kita udah mau lulus gini. Lo ingat kann. Dalam seminggu pasti ada aja yang gw dapet”.
“Yah disyukurin aja dhe Bill, ngw malah mau jadi lo, so sweet bgt tw “ ..
Billy menghela nafas panjang, meletakkan tasnya ke meja lalu mengajak Vira, sahabatnya untuk keluar kelas. “Keluar yukk Vir, gw jadi sumpek di kelas”
                                                                        ***
“Anissa” panggil Vira. Anissa yang baru aja sampe di sekolah menoleh ke arah sumber suara. “Elo Vir, kenapa, kog ga bareng Billy?”.
“Dia lg di kantin tuh. Oh ya lo tw ga, hari ini Billy dapat kejutan lg th dari miss ‘R’ nya”. Langsung saja Vira mendekap Anissa di bahunya, kebiasaan Vira kalo ketemu Anisssa.
“Surat cinta + bunga + mainan”.
“Ich lo kog tw sii”
“Yaelah Vir, yg dikirim tuh cewek kan mank itu mulu kan. Gw udah hafal kalii”.
“Hehehee, iya juga ya. Hmm kita susul Billy yukk”.
                                                                        ***
“Kala senja datang menggantikan mentari, kala itu jua rinduku hadir menggantikan riangku.
Aku benci senja , karna saat senja tiba aku tak dapat melihat sepasang matamu.
Kala fajar tiba menggantikan tugas rembulan, kala itu jua rinduku tergantikan riang.
aku cinta fajar, karna aku tahu aku akan kembali melihat senyum indah di parasmu.”
                                                             -R-

“Chik, lo mau kemana?”. Anissa menghampiri Chiko yang ditemuinya di depan kelas.
“Elo Niss, gw mau ke perpus nih mau nyari buku”. Jawab Chiko.
“Gw ikut ya”. Sembari melemparkan senyum khas gadis itu.
“Ok, yukk”.
Dari kejauhan Vira dan Billy yang melihat mereka saling berpandangan. “Akhir akhir ini Anissa deket ya sama Chiko”. Billy memperhatikan
“Iya Bill, gw juga ngerasa gitu, pantesan aja Anissa jarang gabung sama kita, dia lg asik ma Chiko ternyata. Jangan2 gosip sekolah bener lagi”. Vira mulai sok tau.
“Hahahaa bisa jadi tuh Vir, hmm baguslah kalo gitu.” Billy melanjutkan “Terus kita kemana nih?”
“Kantin aja yukk , gw lapeerrr”. Sambil memegangi perutnya.
“Loe mah kerjaannya laperrr mulu”.
                                                                        ***
“Apa?! gw suka ma Chiko?!! Ya nggak lah , ngaco kalian berdua”. Saat itu Vira, Billy, dan Anissa tengah di café favorit mereka buat ngumpul . mereka bersahabat sejak duduk di kelas 2 SMP Pelita Indonesia. Namun Billy dan Anissa udah bersahabat sejak mereka duduk di kelas 3 SD. Persahabatan mereka terjalin amat baik, hampir ga pernah ada konflik dan salah paham. Keterbukaan dan kejujuran sangat dijunjung tinggi.
“Ya ampun Nis kalo iya juga ga apa kali, lagian selama ini kan lo ga pernah cerita ke kita tentang cowok yang lo taksir. Loe masih normal kan say?. Vira sedikit menggoda Anissa demi mengetahui siapa yang dicintai Anissa.
“Iya Nis, lo mana pernah sih bilang ke kita lo suka siapa, lagi ngejar siapa. Kita temenan kan udah lama banget, masa iya ga ada cowok yang mencuri hati lo sih”. Timpal Billy.
“Ya ampun Vira gila lo, gw masih waras lah, lo pikir gw cewek apaan, sialan lo. Lo juga Bill, ngikut-ngikut lagi. Lo kayak ga tw gw aja sih, dalam otak gw nih Cuma ada 1 hal, ……” belum sempat Anissa menyelesaikan perkataannya , Billy dan Vira langsung menimpali “Yaitu belajar, belajar, dan belajar”. “Hha,, malas gw denger kata-kata lo itu”. Tambah Billy.
“Tapi itu mank kenyataan nya tauu, kalopun ada gw pasti bilang lah ma kalian berduaa”. Sergah Anissa
“Ahh, tampang2 lo tuh ga meyakinkan tau. Lo tuh kan terutup. Jarang bgt mau terbuka ma kita, apalagi tentang perasaan lo”.
                                                                        ***


Anissa dan Vira tengah berjalan di koridor sekolah saat Dika menghampiri mereka. “Vir, tar malam lo ada acara ga?”.
“Ng, nggak ada Dik, kenapa?” vira agak salting.
“Gw mau ngajak lo dinner, bisa?”
“Ohh bisa bgt Dik, buat Dika apa sih yang nggak, ya ga Vir”. Anissa menggoda Vira dan membuatnya lemas mati gaya di depan Dika.
“Ok, kalo gitu tar malam gw jemput lo jam 7 di rumah ya. See u Vira”.
“Ciiee ciiee, yang mau dinner ,, sihiiyy , senangnya hati dinner bareng prince Dika, hahahha”.
“Sialan lo Nis, buat gw malu aja. Gw mati gaya tw td,, ahhhh”. Pipi Vira memerah karna digodain Anissa melulu.
Siang itu ga kayak siang sebelumnya . matahari bersinar dengan teriknya, menyinari seluruh isi jagat raya. Angin pun seaakan enggan menampakkan dirinya karena matahari yang begitu angkuh.  Suasana jalan raya pun tampak tak bersahabat. Kendaraan lalu lalang seenaknya, seakan berkejaran dengan waktu dan tak mempedulikan keadaan sekitar. Namun biarpun begitu suasana di SMA Pelita Indonesia sangat teduh. Siswa-siswa pulang sekolah dengan tenang dan riangnya. Senyuman-senyuman menghiasi lingkungan sekolah, ditambah lagi bunga di pekarangan yang ikut tersenyum melihat tingkah para remaja itu.
Seaakan tak mau kalah dengan siswa lainnya, Anissa, Billy, dan Vira pun ikut menyumbangkan senyuman khas mereka pada dunia yang sedang marah kepada matahari. Walaupun siang ini mereka ga pulang bersama, namun senyuman mereka tak sedikitpun berkurang, bagaimana tidak, hari ini mereka pulang dengan pasangan mereka masing-masing. Billy pulang bersama Siska, kekasihnya, Vira pulang bersama Dika, prince nya, dan Anissa pulang bersama Chiko, cowok yang akhir-akhir ini dekat dengan Anissa.
                                                                        ***
“Waktu berjalan dengan cepatnya. Sadar ga sadar udah tiga tahun aku menjadi penggemarmu. Mungkin kamu jenuh dengan segala pemberian dan suratku, namun satu hal yang harus kamu tahu, cintaku padamu takkan pernah jenuh dan tergantikan oleh waktu. Pernah ku berpikir untuk berpaling darimu, namun aku tak dapat menahan rindu yang datang kala malam. Sempat terpikir olehku untuk membuka topengku, namun aku takut, aku takut kamu akan pergi dari hidupku. Mungkin akan selamanya aku begini. Maafkanlah aku yang sangat pengecut ini, dan semoga suatu hari nanti kamu mengerti isi hati ini dengan segudang rindu yang ku miliki untukmu”.
                                                              -R-

“Ciiee lagi-lagi surat cinta wagx ,, sihiyy”. Goda Vira dan Anissa pada shabatnya itu.
“Udah dhe Vir, Nis ga usah mulai bisa ga. Malas gw ladenin surat kaleng gini”. Celetuk Billy “Liat aja, gw bakal cari tau siapa orang yang selalu ngirim surat, bunga ma mainan ini.
“Bukannya lo udah nyoba Bill, tapi lo gagal terus kan. Bukan sekali-duakali lo nyari tuh cewek, tapi udah berkali-kali”. Timpal Anissa.
“Tau nih, udah dhe terima nasib aja Bill”.
“Wah ga bisa gitu Nis, Vir, gara-gara surat ini gw sering kelahi ma Siska. Kalian kan tau siska tuh gimana orangnya. Males gw ladenin dia kalo lagi ngambek pasal ini. Pokoknya kali ini gw ga boleh gagal, gw harus tw siapa nih cewek”. Geram Billy sambil menghentakkan meja.
“Yang pasti nih cewek udah lama bareng sama lo, dan kita satu SMP sama dia”. Telusur Vira.
“Yaelah Vir, kalo itu gw juga tau kali. Lo ada-ada aja dhe. Lemot lo kambuh disaat ga tepat tau”. Billy makin panas. Kayaknya Billy mulai jenuh dengan semua yang dia alami selama ini.
Billy sedang berjalan ke toilet saat ia menabrak seorang gadis berkacamata yang sedang membaca buku. “Upss Sorry Ren, gw ga sengaja”. Ucap Billy sambil membantu Renata berdiri.
“ii…iiya Bil ga apa kog. Engg .. gw duluan ya”. Renata tampak gugup saat bertemu Billy, sesaat ia langsung kabur dari pandangan Billy sambil membawa buku yang Ia aca tadi. Sesaat Billy ingin melanjutkan kakinya menuju toilet saat Ia melihat sepucuk kertas di lantai. “Ini pasti punya Renata yang tadi jatoh dari bukunya. Kertas apa ini?”. Sebenarnya Billy enggan membaca isi kertas itu, tapiiiii “Loh , inikan puisi”. Billy diam lalu memandangi punggung Renata yang sebenarnya tak kelihatan lagi.
                                                                        ***
“Apa, lo jadian ma Chiko, Nis ?! ciee selamat ya Nissa akhirnya lo punya cowok juga. Kenapa lo ga pernah cerita ma gw n Billy kal lo naksir Chiko?”. Kata Vira yang senangnya minta ampun ketika tahu sahabatnya mempunyai pacar sekarang.
“Gw malu Vir mau cerita ke kalian berdua. Billy bener, gw ga bisa terbuka, maafin gw ya”. Ucap anissa penuh salah.
“Iya iya ga apa kali Nis, gw malah seneng akhirnya lo punya pacar juga, hahaha”. “Cerita ke gw donk gimana ceeritanya kalian bisa jadian?” pancing Vira.
“Besok aja ya di sekolah gw certain , sekarang kan udah malam”.
“ya udah, gw tunggu besok ya say, byee”. Vira pun menutup hubungan di telvon itu.
“Mungkin ini yang terbaik buat gw. Semoga aja dengan jadiannya gw ma Chiko bisa…….” Gumam Anissa dalam hatinya.
 “Hha, Nisa udah jadian ma Chiko, Billy juga udah punya Siska, gw kapan ya punya pacar … Dika …”. Gumam Vira sambil senyum-senyum sendiri.
                                                                        ***

Billy masuk ke kelas dengan muka ditekuk. Langsung saja dilempar tasnya ke meja lalu duduk dengan mendengus. Anissa yang tengah asyik menceritakan kronologi acara semalam pada Vira sontak kaget dan menghampiri Billy. “Kenapa lo Bill, pagi-pagi udah kusut aja tuh muka”. Goda Vira.
“Huss, elo Vir temen kagi susah bukannya prihatin malah diejekin”.
“Gw putus sama Siska”. Jawab Billy singkat.
“Apa?!! Putus sama Siska?!! Kog bisa?!! Manknya kalian ada masalah apa?!!”. Tanya Vira sewot ingin tahu.
“Aug dhe malas gw ngomongin cewek pengkhianat kayak dia. Udah ya ga ada lagi yang comment”. Billy menunjuk kearah dua sahabatnya yang ia tahu pasti akan bertanya lebih dalam lagi, terutama Vira.
keduanya langsung diam.
“Gw ikut sedih Bill dengar kabar ini, gw ikut prihatin. Tapi semoga lo ga larut dalam kesedihan lo dan cepat move on, dan semoga miss ‘R’ itu dapat menggantikan posisi Siska di hati lo. Semoga”. Batin Anissa sambil memandangi Billy dalam.
                                                                        ***
Kembali gadis itu membuka bukunya, memainkan balpointnya di atas kertas. Ia mulai mencoret-coret kertas itu dengan segala tulisan-tulisan indahnya. Dituangkannya seluruh isi kepalanya ke dalam kertas itu. Kata demi kata ditulis dengan lancarnya. Dari tangan gadis itu, lahirlah sebuah puisi yang ditujukan pada pangerannya.
***
Siang itu Anissa mempunyai perasaan ga enak. Ga tw kenapa tapi dari pagi ia gelisah dan ketakutan. Ia takut terjadi apa-apa pada kedua sahabatnya. Nissa menelvon Vira, namun Vira tak merespon panggilannya. Segera ia mencari nama Billy di kontak hpnya, lalu menekan tombol’memanggil’.
“Kenapa Niss?”. Tanya Billy begitu telvon diangkat.
“Engg, gw.. gw..gw takut Bill.” Suara Anissa terdengar bergetar.
“lo takut apa Niss? Cerita ke gw . lo ada masalah ya ma Chiko?” Tanya Billy siap mendengarkan.
“Enggak Bill, bukan itu, tapi……”.
Seakaan mengerti posisi Nisa, “Ok Nis, kita ketemu sekarang juga di taman dekat rumah lo ya, gw kesana sekarang, bye”. Billy langsung memutuskan percakapan itu lalu bergegas menuju taman yang dimaksud.
Nissa tau apa yang seharusnya dan akan dilakukannya. Walau ragu, namun Ia mencoba untuk memantapkan hatinya. Sebelum Ia ke taman, ia mengambil beberapa barang yang tertata rapi di meja belajarnya, dan memasukkannya ke dalam tas mungilnya. Dengan langkah gontai nan pasti, Nissa berjalan menuju taman.
Jam telah menunjukkan pukul 23.30 WIB saat Anissa hampir sampai di taman. Dilihatnya Billy udah ada di taman. Nisa menghentikan langkahnya. Ia ragu dengan apa yang akan diperbuatnya nanti. Ia mulai bimbang. Perasaan takut yang mencekam berhasil memenuhi pikiran gadis itu. Ia mencoba memejamkan matanya sejenak, menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan, ia mencoba tenang lalu dibukanya kembali matanya. Ia melihat sosok Billy tengah duduk anteng menunggu kehadirannya.
Saat Anissa tengah berjalan dan mulai menyebrang jalan, sebuah mobil sedan tengah melaju dengan kecepatan tinggi dan supir dalam keadaan mabuk berat. Seketika tubuh mungil nissa ikut terseret oleh mobil itu. Suara tabrakan yang sangat keras itu mengalihkan pandangan Billy menuju sumber. Dilihatnya sosok nissa terlempar jauh dari mobil itu.
                                                                        ***
Tubuh mungil Anissa kini dilumuri oleh darah. Hampir seluruh bagian tubuhnya mengeluarkan cairan merah pekat itu. Billy panik, ga percaya dengan apa yang baru saja ia alami. Anissa, sahabatnya sejak kecil kini terbaring lemah tak berdaya di rumah sakit. Padahal Anissa sangat benci rumah sakit dan takut darah. Namun kini, semua yang ia takuti dan ia benci malah datang bersamaan.
“Maafin gw Niss, maafin gw yang ga bisa jagain lo. Pliss lo bertahan demi gw dan persahabatn kita. Kita baru aja mau lulus, masa lo ga mw menikmati kelulusan lo Nis. pliss nis, lo kuat n lo bertahan, buat gw, buat kita. Gw sayang Lo Anissa, sayang lo”. Isak Billy sambil menunggu Anissa yang dibawa ke UGD.
Sesaat Vira, Dika, Chiko, Renata dan kedua orangtua Anissa datang. Mama Anissa syok berat, ga menyangka kejadian ini bakal terjadi pada anak tunggalnya.
Satu jam berlalu, nihil…..
dua jam berlalu, masih nihil …..
kini jam menunjukkan pukul 03.45 dini hari. Namun suasana di ruang UGD masih sangat tegang, karena sampai sekarang dokter masih belum keluar dari ruang UGD. Beberapa menit kemudian, keluarlah dokter dari ruangan tersebut yang disambut oleh semua kerabat dan orangtua Nissa. “Bagaimana Dok keadaan anak saya?” Tanya mama Nissa panik.
“Kita doakan saja yang terbaik untuk dia Bu, sekarang dia koma”.
                                                                        ***
Tiga minggu telah berlalu …
“Gw seneng Nis, akhirnya lo siuman juga, gw takut lo pergi ninggalin gw, pokoknya lo harus janji ma gw buat bertahan ya”. Ucap pilu Billy.
Nissa hanya tersenyum kecil, lalu mencoba untuk menggerakkan bibirnya. Meski masih memakai alat bantu oksigen, namun hal itu tak menghalangi Nissa untuk berbicara.
“Tas gw waktu itu mana Bill?” Tanya Nissa yang dengan sadarnya ia tengah menangis.
“Tas lo? Coba gw Tanya resepsionis ya Nis, lo tunggu bentar. Billy keluar dari ruangan Anissa dan mencari tas Anissa yang tempo hari dipakainya untuk menemui Billy.
“Ini Nis, tas lo”. Billy agak heran dengan tingkah Anissa. Setelah tas itu dipegang Billy, nissa tersenyum manis, sangat manis dan itulah terkhir kali melihat Billy.
                                                                                    ***
“Bila masaku tiba nanti, aku ingin kamu lah orang pertama yang tahu.
Bila asa ku datang, aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat sangat menyayangimu dan menerima semua yang ada padamu.
Bila hari itu tak lama lagi, aku ingin melihatmu bahagia bersama dia yang mencintaimu lebih dari aku.
Dan bila ajal menjemputku, aku ingin kamu tersenyum di nisanku dan aku tak mau melihat sebulir air mata membasahi pipimu, my prince”.
                                                                     -R-
Apa yang ditulis Anissa Rahayu di kertas itu kini telah terpenuhi. Kini jelaslah sudah miss ‘R’ buat Billy. Meskipun syok dan kaget saat membaca buku harian Anissa waktu itu, namun ia mencoba tegar dan kuat di depan nisan Nissa, sesuai dengan keinginannya. Meski sesekali air mata menggenang di pelupuk matanya yang tak mampu ia bendung, namun tetap mau terlihat tidak cengeng, seperti yang selalu dikatakan Anissa saat mereka masih kecil dulu. “Billy kan cowok, jadi ga boleh nangis ya, apalagi cengeng”.
Ohya, buat Chiko, maafin gw ya, gw ga bisa gantiin nama Billy jadi nama lo di hati gw. Thanks buat kesabaran lo nunggu gw
_I Love My Prince Billy_


                                                                                                                                    -THE END-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar