Sore itu keadaan kota semraut banget. Banyak kendaraan lalu
lalang tanpa mengindahkan lampu lalu lintas dan pejalan kaki. Terdengar bunyi
klakson disana-sini, caci-makian pun turut meramaikan suasana kota Gurindam.
Farah pun melangkahkan kakinya dengan hati-hati
karena pengendara motor kerap mengambil jalan yang dikhususkan untuk pejalan
kaki. Seketika langkah Farah benar-benar berhenti saat ada motor yang hendak
menabraknya. “Woii!!! Punya mata ga sih lo. Jalan lo tuh disana bukan disini”.
Namun makian Farah tak digubris sama sekali oleh pengendara motor itu. “Dasar
gila!! Udah ada jalan sendiri masih aja ngambil jalan orang. Gw sumpahin lo
jatoh dari tuh motor”. Umpat Farah kesal karena dirinya nyaris saja disenggol
motor berjenis FU itu.
Namun,
walaupun begitu langkah Farah tak berhenti di trotoar jalan. Ia tetap
melanjutkan perjalanannya menuju tempat favorit yang selalu Ia datangi. Farah
sampai ditempat itu saat Ia melihat seorang nenek ingin menyeberangi jalan.
Namun karena keadaan jalan yang sangat ga karuan itu, sang nenek ga berani
menyeberang. Karena Ia iba dengan sang nenek, Ia datang menghampiri nenek yang
sudah memakai bantuan tongakat untuk berjalan itu. “Nenek mau nyeberang ya?”
Tanyanya halus. “Ia nak, tapi nenek ga berani, soalnya dari tadi motor-motornya
pada ngebut semua, nenek ga dikasih kesempatan buat nyeberang”. Jawab nenek
yang diselingi dengan batuknya. “Mari Nek saya bantuin”. Sang nenek pun menurut
pada Farah. Digenggamnya tangan Farah erat lalu mengikuti langkah Farah menuju
seberang jalan.
Setelah
sampai di seberang jalan, Farah kembali bertanya, “Nenek mau kemana, nek?”.
“Nenek mau pulang Nak, kesana”. Jawab nenek sambil menunjuk ke arah barat yang
diikuti oleh pandangan Farah. “Saya antar nenek pulang ya”. “Oh, ga usah Nak,
kamu nolong nenek nyeberang aja nenek udah senang. Dijaman sekarang jarang ada
anak muda yang peduli sama orang yang renta kayak nenek gini”. Jawab nenek itu
tajam. “Ah, nenek bisa aja. Nenek ga boleh ngomong gitu, masih ada banyak yang
peduli terhadap orang-orang kayak nenek”. Tiba-tiba nenek itu memegang pipi
Farah. Diamatinya dalam-dalam wajah imut berkacamata itu, sebelum akhirnya Ia
berlalu. Namun, ia membalikkan kembali badannya dan menatap Farah. “Kasihan
kamu Nak, anak sebaik kamu harus mengorbankan hidupmu”. Sontak Farah kaget
dengan ucapan nenek, “Maksud nenek apa nek?”. Namun pertanyaan itu diacuhkan
oleh nenek, ia membalikkan lagi tubuh kecilnya dan berjalan kearah barat dimana
matahari ikut menenggelamkan dirinya.
Pikiran
Farah masih melayang pada perkataan nenek tadi saat pelayan cafe
menyadarkannya. “Permisi mbak, ini pesanannya”. Kata pelayan itu penuh sopan
sembari meletakkan minuman yang tadi dipesan Farah. “Oh iya mas, makasih ya”.
Namun pikirannya kembali lagi pada perkataan nenek itu. “Kasihan kamu Nak, anak
sebaik kamu harus mengorbankan hidupmu”. Kata-kata itu terus mengiang di
telinganya. “Apa maksud nenek itu ya? Kog dia bisa ngomong gitu? Siapa ‘dia’
yang nenek maksud? Kenapa aku mau mengorbankan hidupku untuknya?”. Banyak
pertanyaan yang tinggal dalam benaknya, namun semua terasa sia-sia karena
sekeras apapun ia berpikir ia takkan
mendapatkan jawaban.
Pertanyaan
nenek itu berhasil mengerumuni pikiran Farah. Farah yang biasanya aktif didepan
netbook mungilnya dengan cekatan-cekatan jarinya, kini hanya diam mematung
memandangi layar. “Sssshhhhh”. Farah menarik nafas panjang. Tiba-tiba Farah
merasakan badannya hangat. “Duh, kog aku jadi panas gini ya, lemes banget
badanku”. Ucapnya sembari memegang tengkuknya. Karena merasa kondisinya melemah,
ia putuskan untuk beranjak dari café itu dan pulang ke rumah.
Farah
langsung menjatuhkan dirinya saat tiba di kamarnya. Pandangannya kosong menatap
jendela kamarnya yang belum ditutup. Lama kelamaan matanya mulai menutup dan
pikirannya mulai kosong. Ia tak melawan rasa itu hingga akhirnya ia benar-benar
tidur pulas.
Farah mulai
mengacuhkan pertanyaan nenek itu setelah sepekan lamanya ia menanti sang nenek
di tempat kemarin yang hasilnya nihil. Apa yang ditunggu-tunggunya tak pernah
lagi menampakkan dirinya. Farah memang mulai mengacuhkan pertanyaan sang nenek
namun bukan berarti ia melupakannya.
Kembali
Farah ke café tempat biasa ia menyibukkan diri bersama netbook tercintanya.
Seperti biasa ia duduk ditempat pertama disamping pintu masuk dengan memakai
kemeja biru kesayangannya. Ia duduk dan memanggil pelayan serta memesan minuman
kesukaannya. Sembari menunggu pesanannya, ia mulai memainkan jari-jarinya
diatas keyboard netbooknya. Kadang berpikir, kadang mengetik, kadang melamun.
Ya beginilah keseharian Farah. Setelah siap kuliah Ia langsung ke café Capuchii
yang terletak 2 km dari kampusnya dan menuangkan ide-ide kreatifnya dalam
sebuah tulisan.
Saat ini
Farah sedang menjalani program S1 dan
sudah memasuki semester 5 di salah satu
universitas di kotanya. Ia yang bercita-cita menjadi seorang penulis pun
memilih mengambil fakultas sastra di universitas tersebut. Gadis berambut
pendek sebahu dan berkacamata ini belum pernah merasakan indahnya masa-masa
bersama sang kekasih karena terlalu sibuk memikirkan kuliahnya. Namun bukan
berarti ia ga pernah jatuh cinta. Hanya saja perasaan itu kerap diabaikan
olehnya karena takut mengganggu kuliahnya. Tak sedikit pria yang mencoba
mendekati dirinya, namun tak seorang pun yang benar-benar mencuri hati gadis
ini. Meski demikian, ia tak terlalu pusing memikirkannya, karena baginya karir
dan cita-cita adalah nomor satu. Setelah sukses dalam berkarya, ia yakin
pangerannya pun akan datang untuk meminangnya.
Farah
Saufika Triani adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia terlahir dari
keluarga yang sederhana. Ayahnya telah lama meniggal dunia karena kecelakaan
saat bekerja sebagai tukang bangunan. Ibunya pun sedang sakit parah dan Farah
lah yang menjadi tulang punggung untuk keluarganya. Meski menjadi tulang
punggung, ia mendapatkan pekerjaan yang mampu membayarnya besar setiap
bulannya. Hingga akhirnya ia tidak terlalu mencemasi nasib Ibu beserta kedua
adiknya, karena penghasilannya sebulan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Tapi semua itu tidak membuatnya congkak dan besar hati.
Malam itu
telah menunjukkan pukul 10 malam saat Farah beranjak dari café Capuchii dan
berjalan pulang. Farah berjalan menyusuri lorong-lorong kecil untuk sampai ke
rumahnya. Di pertengahan jalan, seorang pemuda yang sedang memegang botol minuman
menahan Farah. “Mau kemana, neng? Temenin abang yukk, abang kesepian nih”. Goda
pemuda abertato itu. Karena kesal ucapannya tidak digubris Farah, pemuda itu
mulai panas. Ia memaksa Farah untuk ikut bersamanya. “Tolong..!!!Tolong…!!!”.
Farah berteriak berharap ada yang menolongnya. “Buukkkk!!!!”. Tiba-tiba pemuda
itu pingsan dan melepaskan Farah. Farah kaget. Dilihatnya ke arah belakang
pemuda itu. Sesosok pria tampan tengah berdiri dengan beton ditangannya. Karena
ketakutan Farah langsung memeluk pria itu. “Udah tenang aja, lo dah aman
sekarang”. Ujar pria berbadan tegap itu sambil mengelus rambut Farah. Farah
segera melepaskan pelukannya, “Hmm,, sorry, gw ga sengaja, tadi reflex aja
karna gw takut. Btw, makasih banyak ya lo dah nolong gw, kalo ga ada lo tadi,
gw gat w apa jadinya gw, mungkinnnnnn”. “Sttt,, lo ga boleh mikir yang nggak
nggak gitu. Sekarang lo dah aman kog. Ga ada yang perlu lo khawatirkan lagi. Gw
anatarfin lo pulang ya”.
Pertemuan
itu ternyata tidak sampai disitu saja. Sejak malam itu, keduanya menjadi dekat
dan semakin akrab. Keakraban itu pun tak hanya pada diri Farah saja, namun pada
Ibu dan juga adik-adiknya. Dimas sering sekali datang ke rumah Farah untuk
menjenguk Ibunya atau untuk mengantarkan Farah kuliah dan menjemputnya pulang
kembali.
Setahun
telah berlalu. Kini kedekatan itu pun berubah. Kedekatan yang tadinya hanya
sebatas teman, kini menjadi sepasang kekasih. Ya akhirnya Farah pun membuka
hatinya untuk Dimas yang tulus mencintainya dengan catatan bahwa kuliahnya
tetap nomor satu. Namun itu tak menjadi sebuah penghalang cinta mereka.
Ketika
tengah asik dengan netbooknya, Farah tiba-tiba teringat suatu kejadian. Ya
kejadian setahun silam dimana ia bertemu dengan seorang nenek yang ingin
menyeberang dan mengatakan satu hal yang sangat menjadi beban pikirannya selama
ini. “Apa Dimas yang nenek maksud ‘dia’? Apa gw bakal ngorbanin diri gw buat
Dimas? Apa gw bakal mati?”. Kembali ia mengusik-usik otaknya dengan berbagai
pertanyaan yang tak bisa dijawabnya. Belum sempat otaknya menjawab
pertanyaan-pertanyaan anehnya, sosok yang paling diharapkan itu pun muncul.
Farah melihat nenek itu ditempat dulu mereka bertemu, persis dengan pakaian, n tongkat,
tatanan rambut dan tujuan yang sama. Kali ini Farah benar-benar ingin
mengantarkan nenek itu pulang agar ia dapat menemui nenek itu di rumahnya kapan
aja dia mau. Namun kembali sang nenek menolak. Sama seperti satahun silam,
nenek itu menatap Farah tajam dan memberinya peringatan, “Jauhi dia kalau kamu
ga mau terjadi apa-apa. Kamu anak yang baik nak”. Dan sekali lagii persis
dengan kejadian waktu itu, sang nenek lagsung pergi meninggalkan Farah sendiri
dengan pikran yang tak menentu.
“Lagi-lagi
nenek itu berhasil ganggu pikiran gw. Apa sih maksud dia nyuruh gw jauhin
Dimas? Tau apa dia tentang Dimas? Akh paling dia Cuma sok tahu aja”. Farah pun
akhirnya mengacuhkan nasehat ssang nenek. Ia memutuskan untuk pulang setelah
ketemu nenek itu. Di tengah jalan ia melihat seseorang yang sangat ia kenal.
Orang itu tak lain tak bukan adalah Dimas, kekasih yang sangat ia cintai.
“Dimas”. Panggilnya. Karena merasa namanya dipanggil, Dimas pun mencari sumber
suara. Ia kaget melihat Farah datang menghampirinya. “Engg sayang, kmu kog ada
disini sih, engg ngapain?” Tanya Dimas gelagapan. “Ya aku mau pulang lah
sayang. Kamu ngapain disini sendiri? Kog kayaknya kaget banget sih aku datang”.
“Oh, nggak kog sayang, aku surprise aja kamu datang. Engg aku disini lagi
nungguin temen aku sayang, ada janji”. Kata Dimas menyangkal. “Engg sayang kamu
pulang duluan aja ya, soalnya kayaknya aku masih lama disini. Ntar malam aku ke
rumah kamu ya beibh, bye sayang honey bunny ku”. n.Dimas ‘mengusir’ Farah dari
situ. Tanpa sedikitpun curiga Farah pun menurut.
Kebusukan
tetap saja kebusukan. Mau disimpan serapat apapun suatu saat nanti pasti akan
tercium juga. Saat berada di perpustakaan daerah, Farah melihat kekasihnya
sedang berduaan mesra dengan seorang gadis lain di persimpangan jalan. Tanpa
pikir panjang, Farah memergoki mereka dengan segala cacianny. “Pllaaakkkk!!!!”
tangn Farah mendarat tepat di pipi Dimas. Dimas kaget. Ia ga nyangka bakal
ketemu Farah disaat itu. “Dasar lo laki-laki brengsek!!! Sialan lo!!! Lo piker
gw cewek apaan yang dengan seenaknya lo mainin gw kayak gini”. Farah meradang.
“Eh, lo tuh apa-apaan sih datang-datang main gampar tunangan orang aja”. Farah
makin kaget setelah mendengar perkataan cewek yang bersama kekasihnya itu.
“Apa?!! Tunangan?!! Oh, jadi lo tunangan nya Dimas. Kenalin Gw ceweknya!”.
Namun Dimas menyangkal. “Eh, apa-apaan sih lo ngaku-ngaku cewek gw. Gw aja ga
kenal ma lo.sana lo pergi. Ngapain lo disini”. Dimas mengusir Farah. Dasar
cowok brengsek. Ga tau malu. Ga tau aturan. Farah pun meninggalkan Dimas tanpa
sepatah katapun.
Sejak putus
dengan Dimas, Farah menjadi pribadi yang pendiam, tertutup, dan menyendiri.
Hingga akhirnya ia lulus dan bekerja di salah satu perusahaan majalah, ia tetap
menutup diri dan hatinya.
Lagi-lagi
Farah menghabiskan waktunya untuk menuangkan ide-ide kreatif yang ada
dibenaknya dalam sebuah tulisan. Dan hal itu ia lakukan setiap hari Selama 2
tahun ini. Farah tengah makan siang sendiri di kantin kantornya saat
handphonenya bordering. “Hallo”. Jawab Farah singkat karena yang menelfonnya
adalah sebuah nomor tak dikenal. “Hallo, Farah kan”. Jawab orang diseberang
telfon itu. “Ia,gw Farah, sorry siapa ya?”. “Ya ampun Far, tega lo lupa ma gw”.
Farah mencoba mengingat-ingat suara siapa itu. “Anis?!”. “Hahah, kiraen lo udah
lupa aja ma gw Far, hahhaa”. “Ya ampun Anis, lo apa kabar, gila ya udah lama
banget gw kita ga ketemu”. “Ia nih Far, gw kangen bangtet ma lo. Gw sekarang di
Australia”. “Wah, enak lo ya di ausi, ckkckc”. Percakapan antara dua orang itu
pun berlangsung cukup lama.
Setelah jam
makan siang, Farah dipanggil Pak Surya, atasannya. “Permisi Pak, bapak manggil
saya”. “Ia, mari Farah silahkan duduk”. Dalam ruangan nya ternyata tidak hanya
ada Farah seorang, namun juga ada seorang pemuda disitu. Pak Surya pun mulai
menyampaikan maksud dan tujuannya. “Jadi begini Farah, berhubung editor kamu
yang lama resign, jadi sekarang kamu saya pasangkan dengan editor baru.” Kata
Pak Surya sembari melihat kea rah pemuda itu. “Ga apa-apa kan Far?”. “Oh, ga
apa kog Pak. Saya sih mau dipasangkan dengan editor manapun ga masaalah”.
“Baiklah kalau begitu, Erick perkenalkan ini Farah, penulis handal disini, dan
Farah perkenalkan ini Erick editor baru kamu”. Keduanyan saling melihat dan
berjabat tangan. Seketika Farah merasakan dirinya gugup dan salah tingkah.
“Duh, gw kenapa nih”. Gumam Farah dalam hati.
Usai pulang
dari kantor, Erick mendekati Farah dan menawarkan untuk pulang bersama.
Farah yang sebelumnya dingin terhadap
laki-laki kini hanya mampu memnganggukan kepala. Minta diri. “kalo gitu gw langjut ya Far”.
Katanya masih dalam mobil. “Lo ga mw mampir dulu Rick, ya sekedar buat minum
the gitu”. “Nggak usah deh Far, kapan-kapan aja udah sore, ga enak gw. Ok yah
gw pamit”. “Oh, ok lah kalo gitu. Thanks ya Rick, hati-hati di jalan, take
care”. Dipandanginya mobil itu hingga hilang dari pandangannya, baru lah Farah
masuk ke rumah. Di dalam rumah, ibu dan kedua adiknya telah menantinya dengan
seorang gadis.
“Farah
pulang, Bu”. Farah masuk ke dalam rumah dengan girang. Dan ia bertambah girang
setelah melihat sahabat kecilnya ada bersama Ibu dan Adik-adiknya. “Anis!!!”
farah langsung memeluk gadis bernama Anis itu. “Kapan lo datang Nis”. “Udah
dari siang tadi sayangku”. Jawab Anis dengan mencubit hidung Farah. “Wah,
berarti lo tadi ngerjain Gw donk. Dasar lo, ga berubah –berubah ya”. “Trus lo
piker gw dapat nomor lo darimana kalo bukan dari Ibu. Lo sih ganti nomor ga
bilang-bilang”. Farah langsung diam. “Engg sorry Nias, gw ….”. “Udah lo ga
aperlu ngomong apa-apa, Ibu udah cerita kog ke gw”. Anis memeluk Farah penuh
kasih sayang.
Annisa
Anggraeni adalah sahabat Farah satu-satunya. Mereka kenal sejak SD, namun mulai
dekat sejak masuk ke SMP yang sama. Namun ternyata kedekatan mereka harus
dipisahkan oleh ruang dan waktu, karena setelah lulus SMA Anis melanjutkan
kuliahnya di Australia, sementara Farah tetap di kota Gurindam kesayangannya.
“Gimana
keadaan lo Nis?”. Tanya Farah pada Anis saat mereka berada di kamar Farah dan
Anis memutuskan untuk menginap. “Ya lumayan lah Far, kayak yang lo liat gini.
Tiap bulan gw harus check-up”. “Lo yang sabar ya Nis, lo pasti sembuh kog”. “Ia
gw tau Far, tapi mau sampe kapan gw gini terus. Gw capek tau pulang-pergi rumah
sakit buat check-up, terus makan obat yang selalu buat gw mual. Gw pengen
udahan Far”. “SStttt!! Apaan sih lo Nis ngomongnya kog gitu, gw ga suka ya”.
“Daripada gw gini terus Far, kasihan juga bonyok gw harus ngeluarin uang yang
sangat banyak buat gw. Gw juga udah siap pergi kog”. “Anis!! Apa sih
ngomongnya. Ya udah kita ga usah ngomong itu lagi ya. Gimana ma cowok lo Nis?”.
“Mr.smart maksud lo?! Gw udah putus ma dia”. “Lah, kenapa putus?”. Farah kaget
saat Anis bilang ia udah putus sama Mr.smart karena selama ini Anis sangat
menyayangi Mr.smart begitu juga sebaliknya. “Gw ngerasa ga pantas aja buat dia
Far, toh gw udah sekarat kog. Cuma karena alat-alat dokter aja makanya gw bertahan
sampe sekarang. Kasihan dia Far kalo harus nikah ma gw, gw ga bisa bahagiain
dia”. Seketika Air mata Anis mengalir di pipinya dan farah pun memeluk
sahabatnya itu.
Hari
berganti hari, bulan pun kini telah berlalu kian cepat. Kedekatan Farah dan Erick
pun semakin lengket. Namun sampai sekarang Erick belum juga menyatakan
perasaannya pada Farah. Farah yang trauma akan masa lalunya kini belajar untuk
membuka dirinya kembali. Saat itu Anis tengah dirawat di rumah sakit karena
penyakitnya kian memburuk dan Farah datang bersama Erick untuk menjenguk Anis.
“Gw kenalin
lo ma temen gw ya, Rick. Ayo Rick masuk”. Erick mengikuti langkah Farah untuk
masuk ke dalam ruang ICU, tempat Anis dirawat. Anis kaget melihat Farah datang
bersama Erick. “Smart?”. Kata Anis yang ga nyangka bakal ketemu sama Mr.smart
di rumah sakit. “Nisa?!”. Keduanya lalu berpelukan mesra. “Gw kangen ma lo Nis.
Lo kenapa ninggalin gw gitu aja. Apa salah gw Nis. Gw sayang banget ma lo. Gw
ga mau kehilangan lo”. “Gw juga sayang ma lo Smart, maafin gw yang udah
ninggalin lo gitu aja, gw ga mau liat lo sedih”. Farah tercengang. Ia ga bisa
ngomong apa-apa setelah tau Erick, orang yang sangat dicintainya itu ternyata
Mr.smart, orang yang sangat dicintai sahabatnya sendiri. Farah jadi merasa serba
salah. Marah, sedih, kecewa, semua campur aduk dalam hatinya. Farah pun memilih
untuk keluar dan meninggalkan mereka berdua.
“Ternyata
Erick adalah Smart. Gw jahat banget sih bisa cinta ma dia. Kasihan Anis. Gw
udah ngerebut Smart dari dia. Tapi….. gw kan ga tau. Apa salah gw cinta ma
Erick?!! Dan kenapa setiap kali gw jatuh cinta, gw selalu disakitin, gw selalu
kecewa. Apa cinta ga pernah memihak pada gw ?! atau apa gw ga berhak dapatin
cinta dari orang yang gw sayang ?! tapi kenapa ?! gw sayang ma Erick, gw cinta
ma dia. Tapi……… gw juga sayang banget ma Anis dan gw ga mungkin nyakitin dia.
Dia satu-satunya sahabat yang paling ngertiin gw. Ya Tuhan, kenapa semuanya
jadi seperti ini”.
Setelah
keadaan Anis membaik, Anis memutuskan untuk menikah dengan Erick. Dan segala
persiapan pernikahan mereka telah dirancang oleh Farah sendiri. Ya akhirnya
Farah mengalah dan tetap menyimpan perasaannya dalam-dalam terhadap Erick.
Hanya Ibu dan Adik-adiknya lah yang tahu bagaimana hancurnya Farah. Namun ia
sama sekali tak menunjukkan sikapnya itu didepan Anis dan juga Erick. Dia ga
mau menghancurkan impian dan harapan sahabatnya itu. Biarlah rasa itu
dikuburnya dalam-dalam.
Hari itu
tiba juga. Hari dimana Erick dan Anis menikah dan mengucap janji sehidup semati
di depan hadapan Pastor dan segenap umat-Nya. Acara pernikahan mereka
berlangsung secara sederhana. Hanya keluarga dan kerabat dekat saja yang hadir.
Acara pernikahan pun kini dimulai. Namun sampai pada pengucapan janji setia,
Farah dan juga Ibu beserta Adik-adiknya belum juga datang. Dihadapan pastor,
Erick mengucap janji setianya yang akan menemani Anis dalam suka maupun duka,
begitu juga dengan Anis. Kini tibalah pemasangan cincin dijari kedua mempelai.
Namun setelah cincin terpasang di jari manis Anis, Anis jatuh pingsan. Seketika
tim dokter membawa Anis kembali ke rumah sakit.
Annisa
sekarat. Kondisinya semakin memburuk. Penyakit liver yang dideritanya kian
parah dan menggerogoti organ lainnya. “Anis harus segera mendapatkan donor hati
untuknya”. Kata dokter yang memeriksa Anis. Keluarganya panik. Siapa yang mau
mendonorkan hatinya untuk Anis?!! Erick yang ga kuat melihat keadaan Anis
keluar dari ruang ICU untuk sekedar menenagkan pikirannya. “Ibu, Tara, Tari,
kalin kenapa?!!!”. Erick kaget begitu melihat Ibu Farah dan adik-adiknya
berlumur darah dan tergontai. “Kami kecelakaan, Nak. Mobil yang kami tumpangi
menabrak sebuah truk gandeng yang melintas laju”. Jelas Ibu Farah. “Farah mana,
Bu?” Tanya Erick yang teringat dengan Farah.
Dokter
keluar dari ruangan UGD yang disambut cemas oleh Ibu dan adik-adik Farah.
“Bagaimana keadaan anak ya, Dok?”. “Maaf Bu, kami udah berussaha semaksimal
mungkin, tapiiii……………..”. dokter diam sebentar. “Tapi Tuhan lebih sayang dengan
dia”. Seketika suasana rumah sakit menjadi riuh dengan tangisan Ibu, Tara, dan
Tari yang menangisi kepergian Farah. Ibu histeris dan menjerit-jerit menyesali
yang telah terjadi pada Farah. Ya Farah meninggal dunia setelah kecelakaan itu.
Di depan
makam yang bertuliskan nama “FARAH SAUFIKA TRIANI”, Anis dan Erick menaburkan
bunga. Tangisan Anis kembali pecah. “Maafin gw Far, gw ga pernah tau tentang
perasaan lo ke Erick. Sebenarnya lo bisa aja benci ma gw. Tapi lo bener-bener
sahabat gw yang paling baik Far. Bahkan disaat-saat terakhir hidup lo, lo sempat
mikirin gw yang udah sekarat. Lo sempat bilang ke dokter buat nyumbangin hati
lo ke gw. gw janji ma lo Far, gw janji bakal jaga hati lo baik-baik, sama kayak
gw jagain Erick buat lo”.
Nenek yang
dulu bertemu Farah itu melihat Erick dan Anis dari kejauhan dan tersenyum.
yeah.., this's a nice blogg girl..
BalasHapushaha so continue..