Hari ini genap setahun sudah Rara nge-kost di tempat Ibu
Andar. Rara Prahasti adalah seorang mahasiswa di salah satu Universitas di
pulau Jawa. Hari-hari nya dilewati dengan membaca buku dan mengerjakan
tugas-tugas kuliahnya. Namun, sudah beberapa pekan terakhir ini Rara terlihat
seperti orang linglung dan stress, mungkin ini dampak dari kegiatannya yang tak
ada hentinya, karena ia selalu memforsir tugas-tugasnya.
Rara tengah sibuk dengan notebooknya saat Ia mendengar pintu
kamarnya digedor-gedor. “Permisi kak”. Segera Ia membuka pintu kamarnya.
Dilihatnya sekumpulan anak kecil berdiri di depan pintu. Rara hanya
memperhatikan anak-anak itu sebelum akhirnya Ia bertanya “Ia, ada apa ya dek?”.
“Kak, main yukk bareng kami”. Kata salah seorang dari mereka. “Hah, main apa
dek?” Tanya Rara agak bingung. “Ya kita main apa aja deh kak, yang penting
main, kakak jangan terlalu sibuk donk dengan tugas-tugasnya, sekali-sekali
refreshing kek, biar ga kaku otaknya”
Kata seorang lagi. Rara kaget. Darimana mereka tahu kalo Rara tengah sibuk
dengan tugas di kampus nya. Tak Ia pungkiri kalo Ia memang membutuhkan
refreshing sejenak untuk melonggarkan syraf otak yang sedari tadi dikurasnya
untuk tugasnya itu. “Hmm, ok lah kita main yuk. Sebentar ya kakak matikan
notebook kakak dulu”. Jawab Rara semangat yang disambut ceria oleh 4 anak itu.
“Kak, kita main lompat tali yuk”. Kata seorang anak perempuan
yang lucu dengan rambut yang panjang tergurai sebahunya. “Ah, kamu Vik, hobinya
main lompat tali mulu, kita main rumah-rumahan aja yuk kak”. Ajak seorang lagi,
kali ini rambutnya diikat kepang 2. “Ah, apaan sih kalian nih, masa mainnya
permainan jadul gitu. Kak, kita main kelereng aja yukk”. Seorang anak kecil yang tomboi menimpali. Pusing dengan
tiga pilihan yang ada, akhirnya anak kecil yang sedari tadi diam pun ikut
menimpali. “Ribet banget sih, mau
main aja pake acara kelahi dulu. Adilnya kita main petak umpet aja deh, kalo
main lompat tali kan udah sering, semalam juga kita baru abis main
rumah-rumahan kan, kalo kelereng mah cuma kamu aja yang bisa, Dian, ga
adil donk buat yang lain”.
“Udah udah, kita ini mau main atau mau kelahi sih. Bener tuh, adilnya kita main petak
umpet aja, kan sama-sama enak jadinya. Eh, ngomong-ngomong kakak belum tahu
nama kalian semua. Kamu siapa namanya manis?” Rara yang dari tadi ikut pusing
mendengarkan perdebatan mereka pun mulai jengkel, lalu bertanya kepada anak
manis berambut panjang itu. “Aku Vika kak”. Jawabnya lembut. “Kalo kamu
siapa?”. Kini giliran si kepang dua. “Aku Bintang kak”. Katanya manja pada
Rara. “Kalo kamu siapa tomboy?” Tanya Rara menggoda si tomboy. “Aku Dian
Permata Ningsih kak, hehee”. “Ohh, nah sekarang giliran kamu sayang, siapa
namamu?”. “Aku Susan kak”.
Setelah mengetahui nama masing-masing anak itu, Rara pun
memperkenalkan diri. “Nah, kalo kakak, namanya…………”. “Rara Prahasti kan kak”.
Jawab mereka serentak. “Loh, kok kalian tahu?” Tanya Rara heran. “Ya udah kita
main aja yuk kak, ntar keburu sore lagi”. Bukannya menjawab pertanyaan Rara,
mereka malah langsung main dan mencari tempat untuk sembunyi. “Kak Rara yang
jaga ya, kami sembunyi, hhahaa”. Kata Dian sambil mencari tempat bersembunyi.
Karena mereka udah lari, ga ada alasan lagi untuk Rara menahan mereka dan
mencari tahu jawabannya. Rara menurut saja.
Sudah sebulan lebih Rara bermain bersama Vika, Bintang, Dian,
dan Susan, dan sampai sekarang Rara belum mendapatkan jawaban atas
pertanyaannya tempo hari. Tetapi kini Rara mulai cuek, “Ah, bisa saja mereka
hanya menebak dan kebetulan benar, atau mereka memang tahu namaku sejak awal
aku tinggal disini”. Pikirnya saat itu.
Kini hari-hari Rara tak seperti biasa nya Ia lewati. Setiap
siang hingga menjelang sore Rara selalu menghabiskan waktu dengan keempat bocah
lucu nan imut itu. Terkadang mereka tidur-tiduran di kamar Rara yang kecil nan
rapi itu. Sering juga mereka menghabiskn camilan Rara, dan tak sedikit kali
Rara mengomel karena kamarnya dibuat berantakan. Semakin hari Rara semakin
menyayangi mereka. Mereka seperti malaikat-malaikat kecil yang dikirim Tuhan
untuk menemani Rara. Bahkan Rara telah menganggap mereka seperti adik Rara
sendiri.
Namun, kedekatan Rara dan bocah-bocah itu ternyata mengundang
kecurigaan pada seseorang yang selama ini memperhatikan Rara dari kejauhan.
Dodi bingung dengan kelakuan Rara beberapa bulan terakhir ini. Dodi adalah anak
kost seberang kost Rara yang juga satu kampus dengannya. Namun, karena berbeda
fakultas, Rara dan Dodi tidak terlalu akrab. Walaupun begitu, diam-diam Dodi
mempunyai perasaan terhadap gadis manis berlesung pipi itu. Karena Ia malu
mengungkapkan perasaannya, Dodi hanya bisa memandang dan memperhatikan Rara
dari kejauhan.
Karena dihantui oleh rasa penasaran, ingin tahu dan cemas,
Dodi pun memberanikan diri untuk mendekatkan dirinya pada Rara. Sore itu saat
Rara tengah asik bermain dengan keempat anak itu, Dodi mengahampiri Rara.
“Haii”. Sapa Dodi. “Eh, haii juga”. Balas Rara dengan senyuman khasnya. “Lagi
asik banget ya mainnya. Boleh gabung?”. Pancing Dodi. “Oh, ya boleh banget lah,
yuk main sama kami”. Dodi tersentak!!! “kami?” gumamnya dalam hati. “Oh iya,
sini aku kenalin adik-adik aku. Ini namanya Vika”. Tangan Rara mendekap Vika.
“Kalo ini namanya Bintang, yang disebelah Susan, kalo yang tomboy itu Dian”.
Rara memperkenalkan satu-satu adik-adiknya pada Dodi sebelum akhirnya Ia
memperkenalkan dirinya. “Aku Rara, kamu siapa?”. “Aku udah tau kok nama kamu.
Aku Dodi”. Lagi-lagi Rara heran, mengapa Dodi bisa tahu namanya, padahal
bertemu saja baru hari ini.
Kini Dodi mengerti apa yang sedang terjadi. Namun Dodi masih
kurang yakin. “Hm, kalian lagi main apa sih, asik banget.” Tanya Dodi pada
Rara. “Kami lagi main rumah-rumahan nih,hehee. Eh, kok kalian pada diam gitu
sih, kenapa? Tumben banget”. Rara baru sadar kalo keempat bocah itu diam sejak
kehadiran Dodi. Namun Rara tak mendapatkan jaawaban dari mereka. Dodi pun
menimpali “Kenapa kalian diam? Kalian ga suka ya aku gabung. Ya udah ga apa,
aku pulang aja ya”. “Eh, jangan pulang donk, baru sebentar juga kamu disini.”.
Rara menahan kepulangan Dodi. Namun, tak ada satupun dari keempat bocah itu
yang membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa kalian diam’.
Malam itu hujan sangat lebat. Guntur, kilat serta petir
manyambar-nyambar seakan berlomba untuk menyambar apa saja yang ada dihadapan
mereka. Angin pun tak mau kalah dengan petir. Dikibaskannya dirinya dengan
kencang yang membuat pepohonan bergoyang dan menimbulkan suara gemuruh yang
amat menyeramkan. Rara sangat ketakutan, diperparah dengan padamnya lampu.
Tiba-tiba Rara histeris dan menjerit. “Aaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrgggggggggghhhhhhhhhh!!!!!!!!!!!”.
Dodi yang mendengar teriakan Rara segera menghampiri. Kebetulan pintu kamar
Rara saat itu tidak dikunci sehingga begitu sampai Dodi langsung masuk ke kamar
Rara. Dilihatnya Rara terduduk lemas disudut kamar dengan nafas terengah-engah.
Dodi memeluk Rara dan berusaha menenangkan gadis pujaannya. “Tenang Ra, tenang,
kamu ga sendirian kok. Aku ada disamping kamu terus”. A…a….aakkuu….. aakkuu
taa….taakkuuutt Dod”. Ucap Rara terpatah-patah. “Kamu jangan takut Ra, ada aku
sekarang nemenin kamu disini. Aku ga akan pernah pergi ninggalin kamu”. Dodi
terus berusaha menenangkan Rara. “Mereka……me…rrree…kkaa… mereka ga ada Dod,
mereka ilusi. Iiii…lllluuuu…sssiii”. ”Ia Ra, aku tahu, aku tahu sebenarnya
mereka ga pernah ada. Mereka datang untuk mencari pengganti kakak mereka yang
mati diperkosa dan dibunuh oleh orang-orang mabuk tiga tahun lalu. Dan mereka
menginginkan kamu sebagai pengganti kakak mereka. Mereka sangat menyayangi kamu
dan mereka ingin kamu ikut kea lam mereka dan tinggal bersama mereka. Tapi aku
mohon Ra, aku mohon kamu jangan pernah ikut mereka, jangan pernah ninggalin
dunia kamu dan jangn pernah ninggalin aku.” Ucap Dodi penuh keprihatinan. “Tapi
aku saying sama mereka Dod, aku ga mau kehilangan mereka, tapii…” Ucap Rara
lirih. “nggak Ra!! Kamu ga boleh pergi sama mereka, tempat kamu disini sama
aku, bukan sama mereka. Ra, aku saying
sama kamu. AKU…SAYANG…KAMU…. Kamu ga boleh pergi ninggalin aku” tanpa Dodi sadari,
Ia menangis dan memohon agar Rara tidak pergi meninggalkannya.
Hujan bertambah lebat, angin pun semakin kencang dan sambaran
kilat pun sering ‘masuk’ ke kamar Rara. Tiba-tiba Vika, Bintang, Dian dan Susan
datang. Mereka berdiri di depan pintu kamar Rara. Dengan lirih dan memelas
Susan meminta Rara untuk ikut bersama mereka. “kak Rara, ikut kami yuk, kami ga
mau pergi tanpa kakak. Kakak saying kan sama kami. Kita kan udah janji bakal
sama-sama terus kan kak. Susan mohon kakak ikut kami ya….”. “Nggak, Rara ga
boleh ikut kalian. Dia bukan Meri, Meri yanag kalian cari. Dia Rara, bukan
Meri!!!”. Dodi melarang Rara ikut bersama bocah-bocah itu. “San, Bin, Vik, An,
abang mohon kalian pergi tanpa Rara. Rara masih punya kehidupan disini dan
abang ga mau kehilangan orang yang abang sayang untuk kedua kalinya. Abang ga
mau kehilangan Rara. Abang mohon sama kalian”. Rara bingung dengan ucapan Dodi
barusan namun karena ketakutannya lebih besar daripada rasa ingintahunya, Rara
memilih diam dalam dekapan Dodi.
“Nggak!!!! Kak Rara harus ikut dengan kami. Kak Rara adalah
kakak kami. Dia pengganti kak Meri. Bg Dodi ga berhak melarang kak Rara, bang
Dodi ga bisa jagain kak Rara, sama seperti bg Dodi ga bisa jagain kak Meri!!!”.
Dian mulai marah dan tak sabar untuk segera membawa Rara bersamanya. “Abang
akui abang ga bisa jagain Meri, tapi itu semua kecelakaan dan abang ga ada saat
Meri diperkosa dan dibunuh, dan sekarang abang ga mau kehilangan orang yang
abang saying lagi, NGGAAKKK!!!!”.
“CUUKKUUPP!! Udah cukup. Semua udah berakhir”. “Maafin kakak,
tapi kakak ga bisa ikut kalian, kalian ga nyata, dan dunia kakak beda dengan
dunia kalian. Kakak mau sekarang juga kalian pergiiiiiii!!!!!”. Seetelah
menyuruh keempat bocah ilusi itu pergi, Rara jatuh pingsan. Gelap dan sunyi….
Keesokan harinya Rara bangun dengan sisa tenaganya. Ia
melihat Dodi duduk disebelahnya. “Syukurlah kamu udah sadar Ra. Aku khawatir
banget sama kamu”. Ucap Dodi pelan. “Aku dimana Dod? Apa yang terjadi sama
aku?”. “Kamu di rumah sakit Ra, semalam kamu pingsan. Karena khawatir, aku bawa
kamu kesini”. “Mereka Dod?”. Tanya Rara yang samar ingat dengan kejadian
semalam. “Kamu tenang aja, semua udah berakhir, seperti yang kamu katakana pada
mereka”. “Tapi, kenapa mereka datangin aku Dod?”. Rara masih bingung terhadap
apa yang terjadi pada dirinya. “Mereka mencari pengganti Meri, kakak mereka dan
mereka nemuin jiwa Meri dalam diri kamu. Kamu mirip banget sama Meri, Ra.
Selain itu juga karena waktu itu kamu lagi stress dan depressi karena tugas
kampus, makanya mereka menggunakan kesempatan itu”. “Tapi kamu tenang aja
sekarang, kamu udah aman, dan aku bakal selalu disamping kamu buat jagain kamu,
karena aku……”. Dodi tak melanjutkan kata-katanya, ia diam. “Aku sayang sama
kamu, Dod. Aku ga mau kehilangan kamu dan tolong jangan tinggalin aku”. Dodi
tersentak kaget nan bahagia. “Aku juga sayang banget sama kamu Ra, aku janji
aku ga bakal ninggalin kamu apalagi sampe nyakitin kamu. Aku janji aku bakal
terus disamping kamu buat jagain kamu”. Dodi langsung memeluk Rara dan mencium
keningnya dengan penuh kehangatan cinta.
Dari kejauhan, tampak sosok yang sedang memperhatikan dua
insan itu. “Aku senang mas kalo kamu udah bisa ngelupain aku. Aku bakal terus
disamping kamu buat ngejagain kamu, aku sayang kamu mas Dodi”. Lalu sosok itu
pergi menghilang bersama dengan angin yang membawanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar